tempo.co image |
Pada sebuah acara, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad mengatakan, “kalau kita sudah bisa terhindar kehidupan pragmatisme dan hedonisme, saya yakin pejabat itu tidak akan korup, tapi kalau terjebak pada pragmatisme dan hedonisme pastilah korup,”.
Pernyataan sang ketua Lembaga Antirasuah itu senada dengan sindiran mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Khofifah Indar Parawansa. Akhir Desember lalu, Khofifah menyebut ada istri pejabat yang ikut arisan tas sampai Rp 25 juta per bulan.
Sindiran Khofifah itu bukan mengada-ada. Tak hanya di kalangan istri pejabat, demam arisan juga menyerang para sosialita, khususnya di Jakarta. Gaya hidup arisan sangatlah jamak ditemukan di kalangan sosialita. Banyak kaum hawa kalangan The Have yang punya arisan sampai belasan bahkan puluhan.
Nadia Mulya, penulis buku 'Kocok, The Untold Stories of Arisan Ladies and Socialites' mengaku pernah melakukan survei terkait budaya arisan di kalangan sosialita. Dari 300 wanita usia 20-an hingga 40-an tahun yang disurvei, ada 234 (78 persen) yang ikut arisan.
Dari jumlah itu, paling dominan adalah wanita usia 30-35 tahun, sementara status profesinya paling banyak adalah kalangan pekerja professional (96 orang) serta diikuti ibu rumah tangga (89 orang). Masih berdasarkan survei yang sama, rata-rata tiap orang punya 2-3 arisan dengan uang arisan Rp 500 ribu – Rp 1 juta.
Jika demikian, seorang sosialita bisa merogoh kocek rata-rata Rp 3 juta untuk iuran resmi arisan. Jumlah itu masih belum termasuk untuk biaya tambahan, yang umumnya jauh lebih besar dari iurannya. Sebut saja misalnya untuk biaya makan, make up, beli baju dan barang fashion terkini, di tambah biaya sewa fotografer demi foto eksis.
Nadia Mulya sendiri mengaku tahun ini ia ikut dalam 8 arisan dengan iuran sekitar Rp 7 juta tiap bulannya. Ketika ditanya apakah ia membayarnya dengan uang sendiri, Nadia langsung terkekeh dan menjawab tegas. “Iyalah, pakai penghasilan sendiri. mau dari mana? mana mau suami ngasih,” kata dia.
Menurut presenter sebuah televisi swasta itu, banyak wanita yang tidak punya pekerjaan tapi ikut arisan segudang. Pertanyaannya dari mana modalnya? “Ya minta ke suami, atau ke suami orang,” kata Nadia.
Dengan demam arisan dan nafsu untuk tetap eksis serta mendapat pengakuan dalam lingkungan yang mengedepankan gaya hidup, membuat wanita yang ingin jadi social climber meminta duit dari suami atau suami orang. tak pelak hal ini justru mendorong suami untuk cari duit dengan cara yang tidak benar, bahkan melakukan korupsi.
“Aku setuju banget sih kalau itu. Pakai nalar saja, membiayai satu rumah tangga itu kan sudah mahal, apalagi kalau harus membiayai simpanan, syukur-syukur dia punya usaha besar. Yang mengerikan adalah saat dia memiliki (wanita) simpanan atau istri yang mendorong dia untuk melakukan korupsi. Itu sangat bisa kejadian, dan itu yang aku sedihkan,” kata dia.
Psikolog dari Universitas Indonesia, Ratih Ibrahim menyatakan hal senada. Pendiri Personal Growth , wadah layanan psikologi untuk masyarakat ini berujar, arisan sosialita yang mengedepankan lifestyle bisa memicu seorang wanita menjadi konsumtif. [detik.com]
0 komentar: